Rantau yang Tidak Ikhlas ?


Bekerja di tanah rantau sesungguhnya bisa menjadi pengalaman bagus, semestinya orang-orang saling terbuka dan tolong menolong satu sama lainnya. Akan tetapi, kadang-kadang yang terjadi bukanlah demikian. Orang rantau saling menginjak sesama rantau, dan saling mempersulit temannya. Itulah yang terjadi saat rantau itu tidak ikhlas.

Rantau tidak ikhlas? Sebenernya siapa sih gerangan yang niatnya murni tidak ingin rantau tapi tiba-tiba karena pekerjaan mengaharuskan maka terpaksa rantau? Aku rasa banyak sekali orang yang seperti ini, tidak ingin tapi harus. Akibatnya di tanah rantau selalu merindunkan tanah pulang, selalu berandai-andai kapan pindah dari tanah rantau.

Sehingga, tidak mau bergaul dengan orang-orang di tanah rantau, menutup diri, dan hanya mau bergaul di lingkungan tempatnya bekerja (misal bekerja di kantor, maka hanya mau bergaul dengan orang satu kantor).

Jika keseharian hanya diisi orang kantor dan rang rumah, apakah secara sosial dan psikologis juga sehat? Merasa tidak perlu bergabung komunitas sana- sini dan membaur dengan orang lokal, sehingga pergaulannya sangat amat terbatas.

Ada kalanya, dalam rumah tangga maupun di kehidupan kantor mengalami pasang surut, akan tetapi, jika kehidupan hanya berkutat pada kedua hal itu, lalu bagaimana menyelaraskan jiwa? Sehingga berakibat tidak senang melihat orang bahagia, tidak senang melihat orang mendapatkan apa yang tidak ia dapatkan, dan cenderung iri dan hasad terus menerus pada orang-orang yang sama-sama rantau sehingga akibatnya ya itu tadi jadi suka menjatuhkan dan jadi benci.

Aneh bukan? Tapi memang ada kok yang begitu. Bahkan banyak. Hidup hanya seputar orang kantor, dan orang rumah. Sehingga fokus hidupnya adalah segera kembali dari peratauan. Melihat orang lain lebih dulu kembali dari perantauan ada perasaan iri. Melihat orang mudik, ada perasaan iri juga. Memang demikianlah…

Memang amat sayang disayangkan sekali, ketika datang ke suatu tempat, tapi tidak menikmati tempat itu. Bergaul dengan orang lokal tidak, jalan-jalan eksplor tempat rantau juga tidak. Hidupnya monoton sekedar makan dan bekerja bahkan bergaul juga dengan orang yang itu-itu saja.

Bahan omongan hanya seputar yang terjadi di kantor, konflik yang terjadi kalau bukan lagi ada masalah rumah tangga ya masalah kantor, muter-muter aja di situ. Dan sayangnya banyak sekali tipe seperti ini di kantorku.

Entah, ya rasanya banyak sekali orang-orang tidak ikhlas bekerja di kantor ini. Maunya pengen cepat pulang ke kampung halaman, bergaul dengan orang di luar kantor enggan, ikut komunitas atau menggeluti hobi juga tidak ada. Pikirannya fokus tidak mau belajar mencintai tanah rantaunya meskipun sudah tingal bertahun-tahun dan sudah beranak pinak di situ.

Pertanyaannya: mau sampai kapan bersikap seperti itu ?

Sikap dan juga pemikiran seperti itu hanya akan membuat pikiran fokus pada hal yang negatif, fokus pada sikap yang acuh tak acuh. Fokus pada hal buruk yang terjadi di tanah rantau, selalu membandingkan dengan kampung halaman.

Dulu mungkin aku bersikap sama seperti itu. Awal-awal datang ke tanah rantau, aku pun demikian. Tapi, aku pun tidak punya keluarga di tanah rantau. Praktis teman hanya teman-teman kantor. Akan tetapi kadang-kadang menurutku ada hal yang tidak patut dibicarakan pada teman kantor, jadi aku harus bagaimana?

Syukur alhamdulillah saat itu aku punya beberapa teman yang rantau dari kantor lain, juga teman yang orang lokal di tanah rantau. Lambat laun, ketika musim orang mudik, aku pun tak kesepian di perantauan karena aku ikut bersenang-senang menghabiskan waktu bersama teman-teman dan keluarga lokal.

Kalau ditanya, apakah ikhlas merantau? Mungkin antara ya dan tidak. Ya karena memang aku ingin merantau, tapi tidak untuk waktu lama di satu tempat. Aku ingin pindah ke tempat lainnya. Ketika aku merasa sudah terlalu nyaman berada di suatu tempat, aku merasa saatnya pindah. Mungkin bagi orang lain kedengarannya aneh. Karena jika sudah nyaman di tempat itu, semestinya bisa mengembangkan diri lagi di tempat itu.